Thursday 18 February 2016

A Copy of My Mind, "The Other Side of Jakarta"

Judul        : A Copy of My Mind   
Produser  : Tia Hasibuan, Uwie Balfas
Sutradara : Joko Anwar
Penulis     : Joko Anwar
Produksi  : Lo-Fi Flicks, CJ Entertainment
Genre      : Drama
Cast        :
- Tara Basro as Sari
- Chicco Jerikho as Alek
- Paul Agusta as Bandi
- Ario Bayu as Hitman
- Maera Panigoro as Mrs. Mirna

Akhirnya saya bisa menyempatkan waktu untuk mengupdate blog saya. Dan kali ini saya mengupdate lewat PC, padahal biasanya hanya sempet mengupdate lewat smartphone (Haha). Dan spesial banget hari ini mau bahas tentang film A Copy of My Mind.

Jujur, film garapan Joko Anwar ini merupakan salah satu film yang saya tunggu di tahun ini. Padahal, film yang dibintangi 2 artis hebat Indonesia ini memiliki ide cerita yang biasa saja, menurut saya. Tapi, entah kenapa waktu membaca judulnya aja saya sudah tertarik buat nonton dan mengulas lebih dalam tentang film ini. Bahkan saya sudah berencana untuk menontonnya di hari pertama pemutaran. Sayang, saya baru sempat menonton 2 hari yang lalu.

Film ini berkisah tentang sisi lain kota Jakarta. Tentang Sari, seorang pegawai salon yang sangat hobi menonton film dan membeli VCD bajakan demi bisa menonton film secara murah di kos - kosan'nya. Suatu hari, Sari membeli VCD dengan subtitle yang ngaco dan dia malah dipertemukan dengan Alek, Si pembuat subtitle. Ia marah - marah pada Alek namun Alek malah mengajak Sari pergi ke kosnya untuk menonton film bersama. Cinta pun bersemi di antara mereka. Di sisi lain Sari merasa bosan dengan pekerjaannya di salon yang cuma gitu - gitu aja. Akhirnya, dia melamar kerja di sebuah salon elite dan harus menjalani training di sana. Sampai akhirnya ia diminta mengurus seorang client di penjara bernama, Mrs. Mirna. Konflik pun muncul, Sari mencuri sebuah VCD dari Mrs. Mirna. Dan ternyata VCD itu merupakan rekaman kejahatan politik yang dilakukan sesosok oknum. Akhirnya Sari dan Alek harus terlibat dalam masalah politik yang membuat hidup mereka semakin sulit.
Jujur, menurut saya film ini sangat menarik. Film ini benar - benar menampilkan sisi lain kota Jakarta. Bukan Jakarta yang biasa kita lihat, Jakarta yang penuh hingar - bingar, identik dengan kemacetan, penuh kemewahan, kaum borjuis, dan mobil - mobil mewahnya. Namun, yang ditampilkan adalah kekumuhan dari rumah - rumah kecil di pinggiran kota Jakarta, kesederhanaan orang - orang kecil, drag race di malam hari, Kopaja, warteg, hingga pasar. Menggambarkan orang - orang yang hidup dengan sederhana di Jakarta tapi masih bisa tertawa dan menikmati kehidupannya dengan apa yang dimiliki. Mereka berusaha melakukan pekerjaan apapun asalkan mereka mampu menelan sesuap nasi. Sementara, di sisi lain ada orang - orang bersalah yang menikmati kemewahan dan keistimewaan di penjara tanpa memikirkan nasib orang lain.
Banyak sisi positif yang bisa diambil dari film ini, jika kita melihatnya dengan bijak. Banyak hal yang akan memperluas wawasan kita dan membuat kita sadar bahwa "Oh... Ternyata. Masih ada orang kayak gitu."  Ditambah lagi film ini membuka mata kita bahwa masih banyak orang yang seringkali merasa bodoh dengan masalah agama dan ketaatan. Menyadarkan kita bahwa hukum masih lemah, masih banyak orang menikmati kesalahan mereka dan malah tidak merasa bersalah sama sekali walaupun telah merugikan banyak orang. 
Yang jelas, yang saya tau film ini dikemas dengan apik oleh Joko Anwar. Ide cerita yang ordinary namun eksekusi yang extraordinary membuat film ini layak untuk ditonton. Walaupun waktu syutingnya hanya 10 hari, tapi Chicco dan Tara tidak nampak seperti akting. Mereka terlihat seperti orang yang benar - benar sedang dimabuk cinta dan hilang akal sehat. Chemistry mereka sangat kuat. Terlihat sangat natural dan menikmati peran mereka masing - masing. Tara terlihat seperti pegawai salon sesungguhnya dengan penampilan yang serba acak - acakan jika pekerjaannya sudah selesai. Chicco juga benar - benar terlihat seperti cowok nakal dengan rambutnya yang gondrong, tattoo, beer, dan sebatang rokok yang dihisapnya serta dialog - dialog yang diucapkannya. Semua benar - benar terlihat real, seolah - olah itulah mereka yang asli. Yang terakhir adalah mereka juga terlihat 'intim' berdua. Hal itu yang membuat saya penasaran dengan proses di balik layar film ini.

 Mungkin sedikit hal yang menjadi perhatian saya dalah masalah angle dan teknik pengambilan gambar. Seringkali pengambilan gambarnya goyang, mungkin karna cameraman'nya memang berjalan mengikuti langkah pemainnya. Dan saya juga tau kalau itu memang sengaja, supaya tampak lebih nyata tapi hal itu malah membuat saya sedikit terganggu karena di beberapa scene terkesan seperti film dokumenter.
So, kesimpulan saya secara keseluruhan saya merekomendasikan film ini untuk kalian tonton. Saya jamin film ini akan melebihi ekspetasi anda. Apalagi film ini sudah masuk ke Venice Film Festival dan memenangkan 2 piala di FFI 2015. Sayangnya, film ini hanya untuk 17 tahun ke atas karena ada beberapa adegan yang kurang pantas untuk ditonton anak - anak. The last, ijinkan saya mengacungkan 2 jempol untuk akting Chicco dan Tara serta kesungguhan dan kepiawaian Joko Anwar mengemas film ini. Saya berharap akan ada sekuelnya.
 

No comments:

Post a Comment